Pemuda-Pemudi Berdemo Anti Pemerintah di Ekuador Dan Peru
![]() |
Ilustrasi unjuk rasa (Freepik). |
Dua negara di Amerika Selatan menyusul berdemo kepada pemerintah pada bulan September menjelang Oktober. Dilansir dari Yahoo News, di Ekuador warga berdemo akibat kenaikan harga diesel, akibat ditariknya subsidi pemerintah. Sementara di Peru, warga memprotes pemerintahnya yang korup dan tidak bertanggung jawab.
Unjuk Rasa di Ekuador
Banyak jalanan di beberapa provinsi Ekuador dipenuhi barikade dan unjuk rasa oleh warga dan organisasi mahasiswa, yang mencanangkan darurat nasional, sejak tanggal 17 September lalu.
Unjuk rasa nasional dilaksanakan akibat pemerintah yang mencabut subsidi diesel, yang telah dimiliki warga Ekuador selama empat dekade terakhir.
Pemerintah mengambil kebijakan eksekutif pada tanggal 13 September lalu untuk menaikkan satu galon diesel dari 1,8 Dolar AS menjadi 2,8 Dolar AS, agar negara dapat menghemat lebih dari 1,1 Milyar Dolar AS pertahunnya.
Tetapi pegawai transportasi, petani, dan pergerakan sosial langsung menolaknya, karena akan meningkatkan biaya hidup dan menaikkan harga kebutuhan harian warga.
Pemerintah Ekuador lalu meresponnya dengan mencanangkan darurat nasional di delapan provinsi, dan pembatasan jam malam untuk meredam unjuk rasa. Sejak pertengahan September lalu, seluruh jalur utama di kedelapan provinsi telah diblokade oleh aparat.
"Sayangnya pemerintah kita tidak memahami Ekuador, dimana 5,7 warga hidup dengan biaya 92 Dolar AS saja sebulannya. Presiden tidak bersikap baik saat berdialog. Sikap otoriter dan diktator tidak akan mendukung demokrasi di Ekuador," ujar Leonidas Iza, mantan Konfederasi Warga Pribumi Nasional Ekuador.
Walau Ekuador terus lumpuh, dengan jutaan dolar yang hilang akibat sektor produktif, Presiden Noboa tidak mengalah dan tetap mencabut subsidi diesel. Noboa menambahkan bahwa gaji akan dinaikan dan program kompensasi pada warga akan dicanangkan.
"Sebelum saya mencabut keputusan tersebut, saya lebih baik mati," ujar Presiden Noboa.
Mengacu pada mantan presiden Lenin Moreno dan Guillermo Lasso yang mencabut subsidi pada masa pemerintahnya, Noboa menyatakan bahwa unjuk rasa tidak akan merubah keputusan miliknya, tidak seperti tahun 2019 dan 2022 lalu.
Pemerintahan Noboa mendukung keputusan dicabutnya subsidi diesel, demi menyeimbangkan anggaran publik dan memotong pengeluaran. Aparat menyatakan bahwa subsidi hanya bermanfaat bagi sektor agrikultur dan transportasi, selain mengakibatkan penyelundupan di perbatasan negara.
Kementerian Keuangan Ekuador menyatakan bahwa setelah sepuluh hari dicabutnya subsidi, telah menyegarkan anggaran sebanyak 25 juta Dolar AS. Dana segar tersebut akan dialokasikan pada program sosial, kompensasi gaji, dan bantuan dampak ekonomi bagi pertanian dan transportasi.
Wakil Menteri Hidrokarbon Daniela Conde menyatakan bahwa Ekuador akan memprioritaskan investasi pada kiling minyak demi memastikan kemerdekaan energi dan meningkatkan kualitas diesel, seperti yang telah dicanangkan Dekrit 126 oleh Presiden Noboa.
Pemerintah harus mengalokasikan 3,6 Milyar Dolar AS selama empat tahun lebih untuk meningkatkan tiga kilang minyak di Ekuador.
Conde menambahkan bahwa Desember nanti Ekuador akan memproduksi 500 ribu barel minyak mental perharinya, yang meningkat hingga 536 ribu barel pertahun 2027 mendatang. Saat ini hanya sekitar 470 ribu barel saja yang diproduksi, dan menghabiskan dana sebesar 7 Milyar Dolar AS pertahunnya untuk mengimpor diesel.
Unjuk Rasa di Peru
Sementara di Peru, pemuda dan aparat kepolisian bentrok di Lima, pada hari Sabtu (27/9) hingga Minggu (28/9) lalu, saat unjuk rasa anti pemerintah. Setidaknya 18 pengunjuk rasa terluka dan beberapa anggota kepolisian mengalami luka bakar akibat bentrok.
Bentrok bermula akibat pengunjuk rasa yang berulah dengan melemparkan batu dan bom molotov, yang dibalas oleh polisi dengan gas air mata dan peluru karet.
Unjuk rasa diikuti oleh warga muda berumur dibawah 30 tahun, yang bersama sopir bus dan taksi berjalan menuju Kongres Peru akibat skandal korupsi dan meningkatnya kriminalitas.
Unjuk rasa dimulai sejak 20 September lalu, akibat tunjangan pensiun yang mewajibkan warga muda untuk membayar tunggakan selama masa hidupnya.
Penerimaan warga atas Presiden Peru, Dina Boluarte terus menurun selama beberapa bulan terakhir, dan banyak warga meminta dirinya untuk turun jabatan.
"Kami berunjuk rasa melawan korupsi selama hidup, dan melawan kejahatan yang membunuh kami setiap harinya," ujar Adriana Flores, seorang pengunjuk rasa berumur 28 tahun.
Pengunjuk rasa bersatu dengan sopir taksi dan bus, yang menuduh pemerintah tidak bertindak dalam melawan pemerasan liar di jalan raya. Mereka menyatakan bahwa banyak preman, contohnya Tren de Aragua, yang mengancam mereka saat menyopir kendaraan.
Para supir menyatakan bahwa aparat kepolisian tidak memantau dan bertindak atas pemerasan ini. Beberapa diantaranya membawa plakat "Kami meminta kehidupan tanpa rasa takut."
Komentar
Posting Komentar