10 Negara Mengakui Kedaulatan Negara Palestina saat Majelis Umum PBB

Perbatasan emas wilayah Palestina (Freepik).

Sepuluh negara akhirnya menyusul mengakui kedaulatan negara Palestina, saat Majelis Umum PBB ke 80, yang dilaksanakan hingga hari Jumat (26/9) ini, seperti dilansir dari Al-Jazeera.

Negara yang baru saja mengakui kedaulatan Palestina diantaranya adalah Kanada, Australia, Portugal, dan Inggris Raya, pada hari Minggu (21/9), disusul oleh negara Perancis, Luksemburg, Malta, Monako, Andorra, dan Belgia pada hari Selasa (23/9).

Kesepuluh negara tersebut menambah pengakuan kedaulatan negara Palestina menjadi 157 negara dari 193 negara anggota PBB. Berarti, 81 persen dari seluruh anggota PBB kini sudah mengakui kedaulatan Palestina. 

Pengakuan kedaulatan tersebut mengukuhkan pula solusi dua negara Palestina dan Israel, semenjak 77 tahun berdirinya negara Israel setelah Mandat Inggris Raya di Palestina.

Sebelumnya pada 15 November 1988 lalu, saat Intifada pertama, Presiden Palestina Yasser Arafat telah mendeklarasikan negaranya merdeka, dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.

Lebih dari 80 negara dari Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Arab Timur Tengah langsung mengakui deklarasi kedaulatan tersebut. Kebanyakan pengakuan dari Eropa berasal dari negara mantan wilayah Uni Soviet terdahulu.

"Semakin besarnya horor di Timur Tengah, akhirnya kami bertindak aktif untuk memungkinkan tercapainya kedamaian dan solusi dua negara. Maksudnya adalah Israel yang aman bersama negara Palestina. Saat ini, kita sama sekali belum memiliki keduanya," ujar Perdana Menteri Inggris Raya, Keir Starmer. 

Maksud dari Pengakuan Kedaulatan Palestina

Secara diplomatis, pengakuan kedaulatan Palestina adalah sebuah langkah maju, namun secara praktis, hanya sedikit membantu pembentukan negara Palestina.

Israel baru saja memperbanyak konstruksi pemukiman di sekitar Pesisir Barat Palestina, hanya untuk merespon pengakuan negara Palestina di Majelis Umum PBB minggu ini.

Mengacu pada Konvensi Montevideo tahun 1933 lalu, hukum internasional yang diakui PBB menyatakan bahwa sebuah negara tidak membutuhkan pengakuan kedaulatan dari negara lainnya.

Batas wilayah, pemerintah, kemampuan untuk membangun relasi dengan negara lain, dan populasi permanen adalah syarat utama bagi sebuah negara.

Bagi Palestina, sebelum kedatangan Israel tahun 1967 lalu, wilayah utamanya berada di Gaza, Pesisir Barat, dan Yerusalem Timur. Sementara Israel telah menduduki wilayah Palestina sejak 1967 yang sebenarnya ilegal secara hukum internasional.

Menurut Perdamaian Oslo antara Palestina dan Israel pada tahun 1990an lalu,  perjanjian tersebut adalah landasan menjadi proses menuju terbentuknya Otoritas Palestina (PA).

Otoritas Palestina telah melaksanakan relasi dengan negara asing, menjaga kedekatan diplomasi dengan berbagai negara, dan berbagai misi diplomasi, diantaranya adalah kedutaan, kantor perwakilan dan delegasi.

Dari segi populasi permanen, jutaan warga Palestina kini tinggal di Pesisir Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, selama beberapa generasi dalam banyak dekade terakhir, walau dengan kepungan Israel.

Walau begitu, Israel terus meruntuhkan kepercayaan atas berjalannya Otoritas Palestina, yang telah berfungsi sebagai pemerintahan, namun banyak negara lain yang meragukan kapasitas penuhnya dalam memimpin.

Contohnya saat Sekretariat PBB tahun 2011 dan Mahkamah Pidana Internasional pada tahun 2020, yang menyatakan bahwa Palestina telah memiliki seluruh syarat yang melengkapi arahan Konvensi Montevideo. 

Namun, kendali Israel di perbatasan, operasi militer di wilayahnya, serta anggota keamanan yang menetap, menyebabkan sumber daya serta operasi keamanan meruntuhkan Otoritas Palestina untuk dapat memimpin.

Kegagalan Palestina Sebagai Negara Akibat Israel

Kegagalan Otoritas Palestina untuk dianggap sebagai pemerintah sah diakibatkan oleh batasan hukum internasional itu sendiri. 

Pertama kalinya sejak Kfar Etzion dibangun sebagai pemukiman pertama Israel di Pesisir Barat setelah tahun 1967 lalu, dan hingga kini Israel telah membangun lebih dari 160 pemukiman di wilayah Palestina dan Yerusalem Timur. 700 ribu warga telah menghuninya, walaupun pemukiman ini ilegal secara hukum internasional.

Saat Gaza kisruh, justru pembangunan pemukiman semakin intensif. Rencana terakhir Israel yaitu 3.400 rumah baru yang akan menjembatani wilayah Pesisir Barat dengan jalan bagi seluruh pemukiman milik Israel. Jalan ini mengakibatkan negara Palestina menjadi tidak mungkin terbentuk. 

Bahkan, Israel telah membangun lokasi industri di wilayah yang dimiliki Palestina, contohnya adalah Taman Industri Barkan. Menurut Amnesti Internasional, perusahaan internasional yang berada di industri milik Israel diantaranya adalah Airbnb, Expedia, dan JCB.

Israel dan warga internasional bahkan diminta untuk menghuni lokasi industri, dengan subsidi pemerintah, sewa murah, pajak rendah, dan akses pada pekerja Palestina murah, dengan meminta dukungan atas ekonomi di pemukiman Israel. 

Israel tidak akan menyerahkan begitu saja pemukiman yang telah dibangunnya. Banyak warga Israel dan pendukungnya di pemerintahan, mengacu pada Kitab Suci Taurat, bahwa seharusnya bangsa Yahudi hadir di wilayah Palestina.

Menurut mereka, Gaza (Judea) dan Pesisir Barat (Samaria) adalah Mandat Suci arahan Kitab Suci Taurat. Mandat Suci ini bahkan memungkinan Israel untuk membentuk 'Israel Besar' yang memiliki beberapa wilayah di Lebanon, Suriah, Yordania, dan Mesir.

Para pemukim baru bahkan semakin agresif saat meraup wilayah Palestina, yang agendanya tidak ditahan oleh pemerintah Israel, dan bahkan didukung sepenuhnya oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan partainya, Likud.

Banyak pemimpin pemukiman menjabati pemerintah Israel, termasuk diantaranya adalah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir.

Israel dengan dukungan AS tidak mengindahkan sama sekali hukum internasional, semenjak diusirnya 750 ribu warga Palestina sejak tahun 1948 lalu hingga masa sekarang.

Faktanya, daripada mengakui kedaulatan negara Palestina layaknya negara lain, Knesset (Parlemen) Israel telah melaksanakan voting pada Juli lalu untuk menolak hukum internasional dan melanjutkan operasi untuk merebut wilayah Pesisir Barat.

Saat pengakuan kedaulatan Palestina oleh Inggris Raya, Portugal, Australia, dan Kanada pada hari Minggu lalu, Netanyahu menyatakan bahwa, "Negara Palestina tidak akan terbentuk. Tidak akan ada negara Palestina sama sekali sepanjang pesisir sungai Yordania."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Kasus Obat Resep Dokter Berujung Adiksi Heroin

Cara Louis Braille Merelovusi Sistem Penulisan Aksara

Timo Tjahjanto Menyutradarai Film Nobody 2

Animasi 2D Mantap dari Indonesia ala Panji Tengkorak

Sejarah Awal Terbentuknya Pariwisata Sebagai Komoditas Budaya

Fitur Keamanan Instagram dan Youtube Bagi Anak Kecil dan Remaja

Sungai Sebagai Bagian Peradaban Manusia

Para Biarawan Sempat Membantu Inovasi Bahasa Isyarat

Gejala dan Pencegahan Demam Berdarah