Gejala, Diagnosa, Vaksin, dan Pencegahan Rabies
Ilustrasi vaksinasi rabies bagi hewan peliharaan (Freepik).
Rabies dianggap saat seekor binatang yang berbusa di mulutnya. Kondisi menyakitkan, membahayakan jiwa, dan dapat dicegah ini berakibat dari binatang yang terinfeksi.
Dilansir dari Healthline, rabies diakibatkan virus yang menginfeksi sistem syaraf pusat (CNS), khususnya pada bagian otak.
Hewan domestik seperti anjing, kucing, dan kelinci, serta hewan liar seperti sigung, rakun, dan kelelawar, dapat mentransfer virus ke manusia melalui gigitan dan cakaran.
Kunci untuk melawan infeksi rabies adalah menanggulanginya dengan cepat. Menurut CDC AS, sekitar 59 ribu warga dunia meninggal akibat rabies setiap tahunnya, dengan 99 persen diantaranya akibat tergigit anjing rabies.
Keberadaan vaksin untuk manusia dan hewan telah menurunkan infeksi rabies dengan masif di AS, dimana negara ini mengalami kematian rabies hingga tiga warga pertahunnya.
Gejala Rabies
Periode antara gigitan rabies dan gejalanya pada manusia disebut sebagai periode inkubasi virus, yang berjalan selama tiga minggu hingga tiga bulan lamanya, menurut CDC dari AS. Namun menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dari PBB, periode inkubasi bisa terjadi selama satu seminggu hingga satu tahun.
Awalnya rabies terlihat seperti gejala flu, termasuk demam, lemahnya otot, kesemutan, mati rasa, dan badan panas terbakar. Saat virus menginfeksi CNS, maka terdapat dua jenis penyakit yang akan diderita, yaitu Rabies Galak (furious) dan Rabies Kelumpuhan (paralytic).
Rabies Galak berarti penderita akan hiperaktif dan mudah terangsang, dengan kebiasaan yang meledak-ledak. Gejala lainnya yaitu insomnia, kecemasan, ketidaksabaran, linglung, halusinasi, air liur berlebihan, mulut berbusa, sulit menelan, dan takut air.
Rabies Kelumpuhan mengalami masa inkubasi yang lebih lama. Penderitanya akan lumpuh, lalu koma, dan akhirnya meninggal. Menurt WHO, hanya 20 persen penderita rabies manusia yang mencapai tahap lumpuh.
Cara Terinfeksi Rabies
Hewan terinfeksi virus rabies dapat menular pada hewan dan manusia melalui luka cakar atau air liar yang menempel pada gigitannya. Namun, kontak dengan selaput lendir atau luka terbuka dapat menularkan virusnya juga.
Transmisi virus rabies dapat terjadi pada hewan ke hewan dan hewan ke manusia. Walau infeksi dari manusia ke manusia cukup jarang, beberapa kasus terjadi akibat transplantasi kornea mata. Mayoritasnya, akibat manusia tergigit anjing yang belum divaksin rabies.
Saat manusia tergigit, maka virus rabies akan menyebar di bagian syaraf menuju otaknya. Gigitan atau cakaran pada kepala dan leher dapat mempercepat infeksi pada otak dan syaraf punggung, karena dekatnya lokasi luka. Jika tergigit pada leher, manusia harus secepatnya dirawat.
Setelah mencapai otak, virus akan berlipat ganda dengan cepat, yang menyebabkan peradangan berat pada otak dan jaringan syaraf punggung, sehingga manusia semakin sakit lalu mati seketika.
Binatang yang dapat menyebarkan virus rabies diantaranya adalah anjing, kelelawar, musang, kucing, sapi, kambing, domba, kuda, kelinci, berang-berang, koyote, rubah, monyet, rakun, sigung, dan marmot.
Manusia biasanya beresiko rendah terinfeksi rabies. Namun, beberapa kondisi dapat meninggikannya.
Contoh resiko tinggi terinfeksi virus diantaranya adalah lokasi banyak kelelawar, daerah terpencilyang banyak hewan liar dan sulit akses vaksin, mengunjungi negara berkembang, berkemah dan dekat dengan hewan liar, serta berumur kurang dari 15 tahun.
Walau anjing adalah penyebab rabies terbesar di seluruh dunia, khususnya di AS justru berakibat gigitan kelelawar.
Diagnosa Rabies
Belum ada tes medis untuk mendiagnosa tahap awal infeksi rabies. Setelah beberapa gejala, dokter dapat mengetes darah, jaringan, atau air liur untuk menentukan penderitanya terjangkit atau tidak. Tes jaringan termasuk diantaranya adalah tes antibodi fluoresensi langsung (DFA) dan tes biopsi pada leher.
Jika manusia tergigit hewan liar, dokter biasanya menyuntikan obat pencegahan vaksin rabies, untuk mencegah infeksi sebelum gejalanya muncul.
Saat manusia telah mengalami gejala rabies, sangatlah jarang untuk bisa disembuhkan. Namun, setelah terjangkit virus rabies, manusia dapat menerima beberapa suntikan demi mencegah infeksi berkembang.
Imunoglobulin rabies dapat memberikan dosis antibodi rabies dalam melawan infeksi, dan mencegah virus semakin berkembang. Maka, vaksin rabies adalah kunci untuk menghindari penyakit ini.
Instansi Pengendalian Hewan mungkin mencoba menangkap binatang yang mengigit pasien, dan dites terinfeksi rabies atau tidak. Jika binatangnya tidak rabies, maka penderitanya tidak perlu disuntik pencegahan rabies. Namun, jika binatangnya tidak dapat ditemukan, maka langkah terbaik adalah suntikan pencegahan.
Vaksin Rabies
Vaksinasi rabies harus dilaksanakan secepatnya setelah tergigit oleh binatang, untuk mencegah infeksi. Vaksin rabies diberikan dengan lima suntikan selama lebih dari 14 hari.
Dokter akan merawat luka dengan membersihkannya selama 15 menit menggunakan air sabun, detergen, atau iodine. Lalu, suntikan imunoglobulin rabies akan dilaksanakan, dengan empat suntikan awal. Protokol ini disebut sebagai profilaksis setelah terpapar.
Efek samping vaksinasi rabies diantaranya adalah rasa sakit, bengkang, gatal pada lokasi suntikan, pusing, mual, sakit perut, nyeri otot, dan pening.
Pencegahan Rabies
Rabies adalah penyakit yang dapat dicegah. Terdapat beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilaksanakan agar tidak mudah terjangkit rabies.
Melaksanakan vaksinasi rabies sebelum berangkat menuju negara berkembang, bekerja dekat dengan binatang, atau bekerja di laboratorium mengenai virus rabies.
Langkah lainnya yaitu vaksinasi hewan peliharaan dan mencegahnya main terlalu jauh dari rumah. Laporkan pula jika terdapat hewan liar di sekitar rumah dan hindari kontak dengannya. Cegah masuknya kelelawar ke area hunian atau struktur dekat rumah.
Laporkan pula jika terdapat hewan terinfeksi rabies di sekitar rumah ke Instansi Pengendalian Hewan dan Departemen Kesehatan terdekat.
Komentar
Posting Komentar