Mogok Masal di Yunani dan Italia Lumpuhkan Seluruh Negara

Ilustrasi unjuk rasa di Eropa (Freepik).

Sementara di Eropa, dua negara besar yaitu Yunani dan Italia terhambat aktivitasnya akibat mogok masal. Dilansir dari Euronews, kedua negara menanggapi masalah berbeda, yaitu perubahan kebijakan tenaga kerja di Yunani dan masalah Palestina di Italia.

Mogok Masal di Yunani

Mogok masal nasional di Yunani pada hari Rabu (1/10) lalu menyebabkan kereta api, feri, dan taksi dari segi publik dan swasta terpaksa berhenti di ibukota Athena. Mogok masal dilaksanakan akibat perubahan pada hukum tenaga kerja Yunani.

Tidak ada taksi atau kereta api yang berjalan selama 24 jam mogok kerja, sementara bus, kereta api bawah tanah, trem dan troli dikurangi jadwal keberangkatannya.

Unjuk rasa mengganggu banyak layanan publik di Yunani, diantaranya dari sekolah, pengadilan, rumah sakit umum, dan administrasi negara. Dua unjuk rasa direncanakan di Athena, dan menyusul banyak kota lainnya.

Serikat pekerja yang mewakili pegawai negeri dan swasta melaksanakan mogok masal dengan meminta perubahan kebijakan yang lebih fleksibel, termasuk diantaranya adalah masa lembur hingga 13 jam sehari.

Dengan kebijakan baru, jam kerja perminggunya mencapai 48 jam seminggu, dengan maksimum 150 jam lembur pertahunnya. Serikat pekerja menganggap bahwa aturan baru ini akan membuat perusahaan lebih mudah mengintimidasi pekerjanya.

"Kami menolak jam kerja 13 jam. Kelelahan bukanlah perkembangan, toleransi manusia ada batasnya," ujar Konfederasi Umum Pekerja Yunani.

Serikat pekerja ini meminta batas jam kerja 37,5 saja, dan mengembalikan perjanjian sebelumnya. 

Jam kerja resmi per harinya di Yunani adalah delapan jam, dengan jam lembur yang tetap digaji.

Mogok Masal di Italia

Sementara di Italia, ribuan warga memenuhi jalan di seluruh negara dengan solidaritas bersama Palestina, pada hari Jumat (3/10) lalu. 

Warga turun ke jalan demi memprotes Israel yang menghentikan 43 kapal laut, yang membawa bantuan kemanusian di lautan pesisir Gaza. Israel bahkan menahan 450 aktivis yang berada di rombongan kapal tersebut, demi mempertahankan blokadenya di wilayah Gaza.

Mogok masal ini dikoordinasi oleh serikat pekerja terbesar Italia, yaitu CGIL, yang menyebabkan lumpuhnya transportasi dan banyak pelabuhan di seluruh negara.

Keberangkatan ratusan kereta api dibatalkan atau ditunda, termasuk diantaranya adalah penerbangan lokal, serta ditutupnya sekolah negeri dan swasta Italia.

CGIL menyatakan sekitar 100 ribu warga mengikuti unjuk rasa di Milan, sementara kepolisian menyatakan bahwa hanya 50 ribu saja yang turun ke jalan. Pengunjuk rasa di Milan memenuhi Piazza Leonardo Da Vinci, dengan membawa bendera Palestina dan bersorak 'Palestina Merdeka'

Sementara di Genoa, setidaknya 40 ribu warga berjalan kaki dari pelabuhan feri menuju pusat kota. 10 ribu warga pun ikut unjuk rasa di Brescia. Ribuan lainnya menutup jalan tol A4 Vincenza, yang memotong akses ke situs bersejarah Venice.

Di Ibukota Roma, kereta api pusat telah menunda banyak kereta api hingga 80 menit lamanya. 10 ribu memenuhi pelabuhan Naples, sementara pelabuhan di Livorno dan Salerno ditutup akibat alasan yang sama.

Pengunjuk rasa memadati gerbang stadion sepakbola Florence, yang meminta agar kualifikasi Piala Dunia melawan Israel dihentikan. Italia dijadwalkan akan melawan Israel di Udine pada 14 Oktober mendatang, namun UEFA telah mempertimbangkan agar tim Israel didiskualifikasi akibat masalah kemanusiaan.

Para pemain belum timnas belum berada di pusat pelatihan Coverciano, Florence, dan akan tiba disana pada hari Senin (6/10) ini.

Wakil Perdana Menteri Italia, Matteo Salvini menyatakan bahwa mogok masal sama sekali tidak berlandaskan hukum, dan akan menghukum koordinatornya.

"Siapa saja yang mengorganisir mogok masal ilegal ini harus dihukum," ujar Salvini.

Menteri Pertahanan Italia, Guido Crosetto menyatakan bahwa menutup akses pada transportasi umum bukanlah cara untuk membantu Palestina.

Sekretaris Jenderal CGIL, Maurizio Landini menyatakan bahwa unjuk rasa ini sah, dan menolak anggapan pemerintah yang aksi unjuk rasa tidak dikabarkan terlebih dahulu. 

"Kami telah memastikan layanan minimum dan akan banding jika diproses hukum," ujar Landini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Negara Mengakui Kedaulatan Negara Palestina saat Majelis Umum PBB

Contoh Kasus Obat Resep Dokter Berujung Adiksi Heroin

Cara Louis Braille Merelovusi Sistem Penulisan Aksara

Timo Tjahjanto Menyutradarai Film Nobody 2

Animasi 2D Mantap dari Indonesia ala Panji Tengkorak

Sejarah Awal Terbentuknya Pariwisata Sebagai Komoditas Budaya

Fitur Keamanan Instagram dan Youtube Bagi Anak Kecil dan Remaja

Sungai Sebagai Bagian Peradaban Manusia

Komedi Horor ala Sunda di Film Kang Solah From Kang Mak X Nenek Gayung

Gejala, Diagnosa, Vaksin, dan Pencegahan Rabies