Korea Selatan Melarang Ponsel Saat KBM Berlangsung di Sekolah
![]() |
Ilustrasi anak dengan ponselnya (Freepik). |
Korea Selatan telah meresmikan aturan pelarangan ponsel dan gawai pintar lainnya selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung di sekolah.
Dilansir dari Yahoo News, aturan ini adalah pembatasan terbaru ponsel bagi anak-anak dan remaja di Korea Selatan (Korsel). Aturan pelarangan ponsel akan dilaksanakan mulai Maret 2026 mendatang.
Aturan ini disetujui pada hari Rabu (27/8) lalu, yang disetujui oleh 115 anggota dari 163 yang hadir saat persidangan. Aturan dicanangkan oleh usaha berbagai anggota partai, untuk mengurangi adiksi pada ponsel pintar.
Seperti yang dilaporkan dalam penelitian, bahwa adiksi ini berbahaya. Pembuat kebijakan, orangtua, serta guru berpendapat bahwa ponsel pintar mempengaruhi kinerja akademik siswa, dan mengalihkan waktu mereka yang seharusnya diisi dengan belajar.
Banyak sekolah di Korsel telah mencanangkan autran ini, tetapi mereka bukanlah yang pertama kali melaksanakannya. Beberapa negara seperti Finlandia dan Perancis telah melarang ponsel dalam skala lebih kecil, yaitu pada anak-anak. Sementara Italia, Belanda, dan China telah melarang ponsel di seluruh sekolah.
Beberapa warga Korsel sangat mendukung aturan ini. "Anak sekarang sama sekali tidak sanggup menyimpan ponsel mereka," ujar Choi Eun-young, seorang ibu dari anak berumur 14 tahun di Seoul.
"Ketika mereka bersekolah, seharusnya mereka belajar, berteman, dan ikutserta berbagai aktifitas. Tetapi mereka tidak sanggup fokus pada hal tersebut," ujar Choi.
"Bahkan saat mereka mengobrol dengan teman, mereka langsung kembali ke ponsel mereka. Secara alami, hal ini dapat mengganggu pula proses pembelajaran mereka," tambah Choi.
Orangtua seperti Kim Sun, yang anaknya bersekolah SD, khawatir pula mengenai perundungan di media sosial. "Anak-anak mengejek dengan hebat, satu sama lainnya," ujarnya.
Chong Jun-hun, anggota parlemen dari partai oposisi, Partai Kekuatan Rakyat, yang mengenalkan aturan ini, menegaskan agar negara lain mengikuti aturan ini.
Dia menyatakan bahwa terdapat bukti medis dan sains mengenai adiksi ponsel, yang sangat berbahaya bagi perkembangan otak dan emosi siswa.
Menurut survei oleh pemerintah tahun 2024 lalu, tidak hanya anak-anak dan remaja, seperempat dari 51 juta warga Korsel ketergantungan pada ponsel. Jumlah tersebut meninggi hingga 43 persen, dari warga berumur 10 hingga 19 tahun. Setiap tahunnya, jumlahnya pun terus meninggi.
Sepertiga remaja mengalami masalah dalam mengontrol waktu saat meramban video di media sosial. Orangtua takut masalah ini dapat mengganggu aktifitas lain bagi anaknya.
Walau aturan ini hanya melarang ponsel selama KBM berlangsung, aturan ini memberi kuasa pula bagi guru untuk melarang ponsel di lokasi sekolah. Aturan ini meminta pula agar sekolah membimbing siswanya dalam menggunakan ponsel dengan baik.
Terdapat beberapa pengecualian dari aturan ini. Siswa yang mengalami disabilitas atau mengikuti pendidikan luar biasa dan membutuhkan gawai, diperbolehkan menggunakannya untuk tujuan pendidikan atau kondisi darurat.
Perbedaan Pendapat Mengenai Pelarangan Ponsel
Tetapi guru tampaknya terbagi dua pandangannya terhadap pelarangan ini. Hanya kelompok konservatif dari Federasi Asosiasi Guru Korea yang mendukung aturan ini, karena berlandaskan aturan hukum yang solid dalam mendukung pelarangan ponsel di ruang kelas.
Jurubicara dari organisasi ini menyatakan, melalui surveinya sendiri, bahwa 70 persen guru melaporkan gangguan kelas akibat penggunaan ponsel. Beberapa siswa tidak dapat mengontrol emosi, dan bahkan mengejek gurunya saat dilarang menggunakan ponsel.
Kelompok lainnya, Serikat Pekerja Edukasi dan Guru Korea, menyatakan bahwa mereka tidak mendukung aturan tersebut, dengan menyatakan khawatir akan hak siswa dalam mengakses ponsel.
"Saat ini, siswa tidak memiliki tempat untuk bertemu teman, selain tempat les, atau menggunakan KakaoTalk dan Instagram, sementara mereka terus didorong agar kompetitif di sekolah," ujar Cho Young-sun, seorang guru SMA. Cho percaya bahwa aturan ini berfokus pada ponsel saja, daripada masalah ujian masuk universitas.
Dikenal sebagai Suneung, yaitu maraton ujian tes selama delapan jam, yang dianggap oleh warga Korea Selatan sebagai penyegel takdir mereka. Hasil skornya akan menentukan kelulusan siswa masuk universitas, dan menentukan pula prospek pekerjaan serta pendapatan mereka.
Pelarangan ini ditanggapi dengan skeptis pula, termasuk dari siswa, yang mempertanyakan bahwa aturan ini akan berhasil, implikasinya yang lebih luas, dan apakah dapat menanggulangi akar penyebab adiksi.
Seorang anak akan memulai persiapan ujian sejak hari pertama di sekolah. Narasumber anak berumur 13 tahun yang anonim, menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki waktu untuk adiksi pada ponsel. Waktunya biasa dihabiskan untuk les privat dan pekerjaan rumah hingga tengah malam, setiap harinya.
"Daripada melarangnya, seharusnya diajarkan bagaimana siswa dapat mengisi waktu tanpa ponselnya," ujar Seo Min-joon, seorang siswa SMA yang menolak pelarangan ponsel.
"Melarang ponsel selama KBM tidak banyak hasilnya, karena siswa menggunakan ponsel saat transit atau berbaring di kamarnya. Tidak ada edukasi khusus mengenai kesehatan, hanya pelarangan saja," tutup Seo.
Komentar
Posting Komentar