Reaksi Transfusi Darah dari Pasien
![]() |
Ilustrasi reaksi saat menerima transfuri darah (Freepik). |
Transfusi darah dapat menjadi proses medis yang menyelamatkan nyawa. Dilansir dari Healthline, pemindaian darah yang didonasikan sangatlah penting untuk memastikan keamanan pasien yang dituju.
Definisi Reaksi Transfusi
Dokter akan merekomendasikan transfusi darah jika pasien mengalami kehilangan darah, atau tidak sanggup memproduksi cukup darah. Berbagai alasannya adalah sakit, operasi bedah, kanker, infeksi, bagian tubuh terbakar, cedera, atau banyak kondisi medis lainnya.
Transfusi darah biasanya dilaksanakan untuk mengisi beberapa komponen darah, diantaranya adalah sel darah merah, platelet, atau plasma.
Sebelum proses transfusi, ahli medis akan mengambil sampel darah pasien, yang dikirimkan ke laboratorium sebagai penentu tipe darah. Proses ini penting agar darah donor dan darah pasien sesuai.
Beberapa tipe darah diantaranya adalah A positif, A negatif, O positif, O negatif, B positif, B negatif, AB positif, dan AB negatif. Menentukan tipe darah sangatlah penting, karena sel darah merah mengandung antigen atau berbagai protein, yang mengacu pada tipe darah tertentu.
Jika laboratorium salah mengecek tipe darah, maka sistem kekebalan tubuh akan mendeteksi protein yang asing pada sel darah merah yang berbeda, dan akan menghancurkannya.
Bank darah akan mengetes untuk mengamankan darah (dari berbagai sumber penyakit) dan tipenya yang akan digunakan. Dokter atau suster akan menjelaskan beberapa resiko yang mungkin terjadi saat tranfusi, dan memantau langsung selama prosesnya.
Gejala dan Reaksi Transfusi Darah
Reaksi transfusi mungkin terjadi saat menerima darah atau setelahnya. Reaksi tersebut akan tiba dalam beberapa jam, hari, atau bahkan minggu. Reaksi yang tiba lama ini disebut reaksi transfusi darah yang tertunda. Reaksi transfusi memiliki gejala yang ringan, hingga yang mengancam jiwa.
Dokter atau suster akan menemani anda selama menerima tranfusi darah. Mereka akan mengecek tanda vital, dan memantau gejala dari reaksi yang muncul.
Gejala reaksi transfusi diantaranya adalah nyeri punggung, urin berwarna gelap, kedinginan, pingsan atau pusing, demam, nyeri panggul, kulit memerah, napas pendek, dan gatal. Selalu pantau kondisi tubuh setelah tranfusi darah, dan hubungi dokter jika terasa kurang sesuai dengan kesehatan.
Beberapa Tipe, Penyebab, serta Perawatan Reaksi Transfusi
Reaksi demam non-hemolitik adalah yang paling biasa terjadi sebagai reaksi transfusi. Biasanya terjadi selama atau hingga empat jam setelah transfusi darah dilaksanakan.
Gejalanya diantaranya adalah demam dan kedinginan. Proses perawatannya awalnya tentu dengan menghentikan transfusi. Gejala ini termasuk ringan dan dapat dirawat dengan obat antipiretik.
Reaksi hemolitik akut terjadi saat antibodi tubuh pasien menyerang darah pendonor, jika tipenya tidak cocok. Kemungkinan terjadinya adalah satu dari 70 ribu transfusi.
Gejalanya adalah demam, sakit panggul, urin berwarna merah atau coklat, serta tekanan darah rendah.
Perawatannya tentu menghentikan transfusi, dilanjutkan dengan perawatan yang mendukung kinerja tubuh. Jika reaksi yang muncul akut, dan contohnya pada tekanan darah rendah, maka tindakan penyelamatan jiwa akan dilaksanakan.
Reaksi alergi mungkin terjadi saat transfusi darah. Alergi terjadi saat sistem kekebalan tubuh pasien bereaksi pada sistem kekebalan tubuh pada alergen atau antigen dalam darah pendonor. Reaksi ini dapat mengacu pada alergi lebih akut, yang dikenal sebagai anafilaksis.
Gejalanya adalah gatal-gatal dan ruam pada tubuh. Perawatannya tetap dengan menghentikan transfusi darah. Reaksi jenis ini biasanya dirawat oleh obat antihistamin.
Jika pasien mengalami gejala yang lebih berat, seperti sulit bernapas atau tenggorokan bengkak, maka dokter akan memberi obat IV epinefrin, IV steroid, dan bronkodilator.
Reaksi akut paru yang berhubungan dengan transfusi (TRALI) akan terjadi saat antibodi yang berada dalam plasma darah pendonor merusak sistem imun pada paru-paru pasien.
Kerusakan paru-paru ini akibat bertambahnya cairan dalam paru dan menyebabkan sulit menyuplai oksigen pada tubuh. Reaksi ini biasanya terjadi dalam waktu enam jam setelah menerima donor darah.
Gejalanya adalah demam, napas pendek, dan tekanan darah rendah. Perawatannya masih dengan menghentikan infusi. Penanggulangan medisnya adalah dengan meningkatkan oksigenasi tubuh.
Reaksi septik bisa terjadi saat bakteri berada dalam darah yang didonorkan. Pasien yang menerimanya akan mengalami infeksi, kejut, dan bahkan kematian.
Kontaminasi bakteri adalah tingkat dua penyebab kematian saat transfusi darah di Amerika Serikat. Jika tidak ditanggulangi dengan benar, keracunan darah mungkin terjadi.
Gejalanya adalah demam, perubahan tekanan darah, dan kaku pada tubuh. Dokter lalu akan merawatnya dengan cairan IV dan tentu tambahan obat antibiotik saat reaksi terjadi.
Reaksi aliran yang berlebihan saat tranfusi (TACO) darah terjadi saat pasien menerima terlalu banyak darah. Reaksi ini akan meninggikan kinerja jantung, lalu memperbanyak aliran darah di seluruh tubuh, sehingga cairan menumpuk di paru-paru.
TACO dan TRALI adalah penyebab utama dari kematian akibat reaksi transfusi darah, dengan TACO yang berada di urutan pertama.
Gejalanya adalah tingginya detak jantung, napas yang cepat namun pendek, tingginya tekanan darah, pembuluh darah yang membengkak, dan rendahnya oksigen dalam darah.
Perawatannya adalah dengan menghentikan transfusi secepatnya. Duduk tegak akan meringankan gejalanya, namun dokter tetap harus memberikan obat diuretik pada kasus yang lebih akut.
Mengurangi Resiko Reaksi Transfusi Darah
Bank darah akan mengetes dan memantau seluruh darah yang ada. Sampel dari donor dan pasien akan dicampurkan, untuk memastikan kecocokannya.
Sebelum darah diberikan pada pasien, label darah dan identitas pasien akan dicek seluruhnya. Proses ini agar dokter dan suster dapat memberikan produk darah yang cocok pada pasiennya.
Info Tambahan Reaksi Transfusi
Reaksi transfusi darah paling wajar adalah alergi dan demam ringan. Reaksi akut seperti anafilaksis, atau keracunan darah akibat transfusi darah cukup jarang terjadi.
Pasien harus memantau kondisi dan gejala seperti demam, kedinginan, ruam, gatal, kesulitan bernapas, rendahnya tekanan darah atau warna merah pada urin.
Reaksi dari transfusi darah dapat terjadi selama 24 jam sejak transfusi dilaksanakan. Reaksi ini bahkan mungkin terjadi hingga satu bulan semenjak transfusi dilaksanakan.
Komentar
Posting Komentar