Kepolisian dan Hubungannya dengan Masyarakat
![]() |
Ilustrasi polisi (Freepik). |
Polisi adalah lembaga dari banyak petugas yang mewakili kewenangan pemerintah. Kepolisian bertanggungjawab untuk menjaga keamanan dan aturan publik, menegakkan hukum, serta mencegah, mendeteksi, dan menginvestigasi aktifitas kriminal di wilayahnya.
Dilansir dari Britannica, seluruh fungsi tersebut dinamai sebagai Kepolisian atau Petugas Keamanan, yang diberi kepercayaan dari pemerintah dengan berbagai lisensi dan regulasi.
Mengacu pada definisi tersebut, maka petugas keamanan dapat dilaksanakan oleh beberapa organisasi profesional. Diantaranya adalah petugas kepolisian publik, agensi keamanan swasta, militer, serta agensi dengan fungsi pengawasan dan investigatif.
Contohnya di Indonesia, maka Polri adalah petugas keamanan publik, satpam adalah petugas dari agensi keamanan swasta, dan TNI adalah militer nasional Indonesia. Terakhir mirip dengan satuan tugas khusus, seperti KPK atau BIN, adalah agensi pengawasan dan investigatif, sesuai dengan target khususnya.
Lembaga yang paling dikenal tentunya adalah polisi publik, yang selalu berpatroli di wilayah sipil dengan mengenakan pakaian seragam. Mereka adalah perwakilan kewenangan pemerintah yang paling jelas terlihat.
Tetapi, di banyak negara seperti Australia, Kanada, dan Inggris Raya, jumlah petugas keamanan swasta lebih banyak dua kali lipat dari petugas resmi milik pemerintah. Banyak pula agensi keamanan dan intelijen yang berfungsi khusus, seperti di Amerika Serikat yang ditujukan memantau kaum separatis di negaranya.
Kembali ke Indonesia, kini pencitraan Polri justru semakin melebur. Petugas keamanan (satpam) swasta mengenakan warna seragam dengan Polri, dan bahkan terdapat wacana untuk mempersenjatai mereka dengan senapan (senjata api).
Tidak hanya itu, Polri pun memiliki satuan tugas keamanan khusus, yang berada di bawah kendalinya. Contohnya adalah Densus 88 yang khusus berfungsi menanggulangi kaum separatis.
Berbeda pula, bagian KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dicanangkan Pemerintah Indonesia pun khusus mengacu pada target kasus korupsi (oleh aparat negara). Sementara Badan Intelijen Negara (BIN), khusus untuk mengawasi segala urusan (yang dapat merubah kondisi nasional) negara Indonesia.
Seluruh pembagian tugas tersebut menciptakan fungsi yang berbeda dan terpisah antar lembaganya. Maka, secara institusi dan yuridiksi harus dicanangkan oleh pemerintah, untuk membedakan antara ranah publik, swasta, kriminal, dan politis.
Kepolisian dan Masyarakat
Faktor keberagaman sejarah, geografis, dan organisasi menyebabkan perbedaan yang kentara dari apa yang disebut sebagai polisi. Polisi telah berkembang jauh semenjak ratusan tahun lalu.
Jumlah populasi warga yang semakin berkembang, termasuk diantaranya melalui institusi formal dan sosial, contohnya adalah keluarga, sekolah, dan keagamaan, menyebabkan semakin berkurangnya kendali sosial.
Semakin tinggi populasi warga, maka semakin penting pula kehadiran polisi. Namun, tidak ada satupun sistem yang disama-ratakan untuk lembaga kepolisian antar negara di seluruh dunia.
Mengatur Komunitas Kecil
Kebanyakan warga dari komunitas kecil akan dengan rela taat pada hukum, bahkan dengan kehadiran polisi atau tidak. Warga akan menaati hukum yang dianggap adil dan baik di masa mendatang.
Pada komunitas kecil, biasanya setiap warga kenal dengan lainnya. Warga yang menjunjung tinggi norma yang sama, akan dihormati oleh warga lainnya. Jika seseorang melanggar hukum atau tidak sesuai dengan ekspektasi warga, maka mereka akan dipermalukan, dijauhi dan dikucilkan oleh komunitasnya.
Dari seluruh jenis masyarakat komunitas kecil, sistem manfaat dan resikonya akan terasa informal. Kehadiran petugas hukum, akan menjadi posisi terkuat dalam mengamankan komunitas kecil tersebut.
Norma yang berada dalam komunitas kecil, memudahkan petugas hukum dalam menjalankan tugasnya. Tindakan kepolisian hanya dibutuhkan saat kendali informal tersebut dirasa kurang.
Karena itu banyak wilayah kota atau desa terpencil memiliki sistem kepolisian yang tidak terpusat. Mereka dapat beroperasi dengan lebih efektif dan murah daripada kepolisian resmi pemerintah.
Contohnya adalah di Indonesia, dengan banyaknya organisasi masyarakat (ormas) daerah, yang mewakili lembaganya sebagai keamanan warga. Walau kadang bentuknya informal dan sukarela, namun kehadiran ormas menjadi satu perwakilan khusus dari daerah tersebut, yang tetap berfungsi sebagai keamanan warga.
Mengatur Masyarakat Luas
Di posisi masyarakat yang lebih luas dan kompleks, maka kendali institusi informal akan semakin melemah, maka institusi formal akan semakin kuat.
Berkurangnya kendali informal di masyarakat luas, karena banyak warga berinteraksi dengan orang asing, yang tidak akan ditemuinya lagi. Maka, manfaat dari kejujuran dan resiko ketidakjujuran semakin berkurang.
Komunitas seperti ini biasanya memiliki teknologi yang lebih maju, sehingga perlu mengadopsi hukum baru. Contohnya adalah lisensi mengemudikan kendaraan (seperti SIM), atau menggunakan sistem jual beli di situs elektronik (e-commerce).
Karena hukum baru ini tidak memiliki signifikansi moral yang sama seperti kekerasan, pencurian, atau penipuan, banyak warga merasa tidak harus menaatinya.
Bahkan, seseorang yang terdakwa hukum baru ini banyak yang tidak merasa melanggar, sehingga semakin tidak menaati hukum saat tidak diawasi.
Terakhir, saat masyarakat semakin berkembang, maka semakin sulit menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan pribadi atau kelompok.
Contohnya adalah saat seorang pemilik toko yang menemukan pegawainya mencuri barang dari gudang. Maka, mereka tidak akan langsung menghubungi polisi karena takut. Resiko yang diperkirakan diantaranya adalah produksi, keuntungan, serta gengsi perusahaan, jika kasus tersebut dibuka pada publik.
Kepolisian dan Negara
Budaya politik negara menentukan bagaimana kepolisian dibentuk secara nasional atau lokal. Demi efisiensi, kepolisian terpusat biasanya membantu koordinasi dan penyelamatan saat pelatihan, organisasi, dan pelayanan keamanan.
Namun, beberapa negara percaya bahwa kepolisian yang terpusat, dapat menaruh terlalu banyak kekuatan (politik) yang dipegang kepalanya. Mereka percaya bahwa komunitas lokal tidak dapat menjunjung norma, sementara kepolisian nasional dapat menyalahgunakan kekuasaan, dan bahkan menggulingkan pemerintah.
Karena itu, banyak negara mencanangkan kepolisian lokal, dengan desentralisasi lembaga yang lebih mendekatkan antara petugas dengan komunitas yang dijaganya.
Namun lagi, desentralisasi polisi dapat mengurangi aliran sumber informasi dari berbagai komponen. Bahkan, tanpa pemerintah lokal yang dapat dipercaya dan dekatnya kedua institusi, korupsi diantara keduanya lebih mungkin terjadi.
Kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kepolisian semakin terlihat saat tanggung jawab polisi untuk menanggung urusan nyawa, kebebasan, keamanan, dan hak warga negara.
Pemerintah memberi kewenangan bagi polisi untuk menghentikan, menggeledah, menahan, mengutip saksi, dan menangkap warga negara dengan kekuatan fisik atau senapan (senjata api).
Jika kepolisian menggunakan kewenangan ini dengan tidak benar, maka justru mereka akan menyiksa warga, yang seharusnya dilindungi sesuai fungsinya. Maka, sangatlah penting bagi polisi agar dipercaya dalam kebijakan dan sikapnya.
Terdapat tiga faktor yang penting sebagai bentuk kepercayaan publik.
Satu adalah jurubicara atau kepala polisi yang dipilih oleh bawahan serta koleganya. Kedua, pengadilan hukum dipercaya untuk menjaga seluruh kinerja polisi. Ketiga, lembaga bantuan hukum didirikan, untuk mendengar dan bertindak atas laporan publik terhadap kepolisian.
Komentar
Posting Komentar