Deskripsi dan Prosedur Transfusi Tukar Darah

 

Ilustrasi transfusi tukar darah (Freepik).

Transfusi tukar darah adalah prosedur medis yang mengambil darah atau plasma pasien, lalu menggantikannya dari donor. Proses ini menggunakan katerer untuk mentransfer darah ke dalam tubuh.

Dilansir dari Healthline, tranfusi tukar biasanya dilaksanakan akibat abnormalnya kondisi darah pasien, contohnya adalah gangguan sel darah yang menjangkit anak-anak hingga dewasa.

Alasan Transfusi Tukar Darah Dibutuhkan

Transfusi tukar darah dapat mengurangi atau menahan gejala dari penyakit seperti penyakit kuning, atau gangguan darah seperti anemia sel berbentuk sabit.

Penyakit kuning terjadi akibat senyawa kimiawi bernama bilirubin, yang terlalu banyak berada di dalam tubuh. Gejalanya terlihat pada kulit dan bagian mata yang berwarna kekuningan.

Penyakit ini sering menjangkit bayi saat masih berumur beberapa minggu, khususnya bayi yang lahir sebelum minggu ke 38 kehamilan (prematur).

Penyakit sel sabit (SCD) adalah jenis kondisi darah, saat sel darah menjadi kaku dan berbentuk sabit. Bentuk sabit ini menghambat aliran darah, sehingga menyebabkan penyumbatan di kapiler.

Menurut Pusat Kendali dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika serikat, setidaknya SCD menjangkit sekitar 100 ribu warga. Satu diantara 365 bayi kulit hitam terjangkit saat lahir di AS.

Lokasi Transfusi Tukar Darah

Transfusi tukar darah dilaksanakan di rumah sakit atau klinik kesehatan. Selama prosedur, darah akan dibuang dan digantikan oleh darah atau plasma dari donor.

Awalnya, dokter akan menempatkan dua tabung kecil bernama katerer di pembuluh darah lengan pasien. Lalu, darah akan disedot setiap siklusnya, yang berlangsung beberapa menit. 

Katerer akan mengambil darah sejumlah 5 hingga 20 mililiter setiap siklusnya. Saat darah diambil setiap siklusnya, darah atau plasma baru dari donor ditransfer kepada tubuh pasien melalui katerer lainnya.

Resiko Transfusi Tukar Darah

Sama dengan tranfusi darah lainnya, terdapat beberapa resiko dan efek samping dari transfusi tukar. Diantaranya adalah reaksi alergi ringan, demam karena infeksi, kesulitan bernapas, cemas, elektrolit menjadi abnormal, mual, dan perih di dada. 

Dokter akan menghentikan transfusi langsung jika salah satu efek samping diatas terjadi pada pasien. Lalu, mereka akan memutuskan apakah transfusi dapat dimulai kembali atau ditunda nanti. 

Sangatlah mungkin (walau jarang) donor darah terkontaminasi oleh hepatitis B atau C, sejenis penyakit sapi gila (yang menular manusia), dan berbagai jenis virus, contohnya HIV. Bank darah akan memindai seluruh darah secara teladen, agar kontaminasi tersebut tidak terjadi.

Pasien mungkin akan mengalami kelebihan jumlah zat besi, jika ditranfusi darah sebanyak dan sesering mungkin dalam waktu singkat. Kelebihan zat besi dapat meninggi dalam darah, sehingga tanpa perawatan, dapat merusak jantung, hati, dan organ lainnya.

Dalam kasus ini, dokter akan memberikan terapi kelasi, untuk membuang zat besi berlebih dalam tubuh. Terapi kelasi dapat diberikan melalui mulut atau suntikan.

Kerusakan paru, atau bisa disebut luka paru-paru akibat transfusi (TRALI), adalah efek langka akibat transfusi darah lainnya. TRALI biasanya terjadi dalam jangka waktu enam jam sejak transfusi. Kebanyakan pasien akan sembuh, walau kasus fatalnya jarang terjadi.

Persiapan Sebelum Tranfusi Tukar Darah

Sebelum transfusi, dokter akan mengetes tipe darah pasien. Mereka akan menusukkan jarum pada ujung jari, dan mengambil beberapa tetes darah saja.

Darah lalu dilabeli dan dikirimkan ke laboratorium, dimana mesin akan menganalisa tipe darah pasien. Proses ini untuk menentukan tipe darah yang sesuai saat transfusi. Jika darah donor tidak sesuai, maka pasien akan sakit. 

Dalam banyak kasus, pasien tidak perlu merubah pola makan sebelum transfusi darah. Sejarah reaksi alergi pasien saat transfusi darah pun perlu dikonsultasikan pada dokter.

Setelah Transfusi Tukar Darah

Setelah transfusi tukar darah diselesaikan, dokter akan mengecek tekanan darah, detak jantung, dan temperatur tubuh. Saat seluruh kondisi dinyatakan normal, dokter akan mencabut jalur intravena. 

Anak kecil yang mendapatkan transfusi mungkin perlu rawat inap beberapa hari, agar ahli medis dapat mengecek langsung efek sampingnya. 

Pasien akan memiliki luka lebam di sekitar area jarum disuntikkan saat proses transfusi, yang akan hilang dalam waktu beberapa hari. 

Dokter mungkin akan meminta pengecekan darah kembali, untuk memantau perkembangan darah pasien.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Negara Mengakui Kedaulatan Negara Palestina saat Majelis Umum PBB

Contoh Kasus Obat Resep Dokter Berujung Adiksi Heroin

Cara Louis Braille Merelovusi Sistem Penulisan Aksara

Timo Tjahjanto Menyutradarai Film Nobody 2

Animasi 2D Mantap dari Indonesia ala Panji Tengkorak

Sejarah Awal Terbentuknya Pariwisata Sebagai Komoditas Budaya

Fitur Keamanan Instagram dan Youtube Bagi Anak Kecil dan Remaja

Sungai Sebagai Bagian Peradaban Manusia

Para Biarawan Sempat Membantu Inovasi Bahasa Isyarat

Gejala dan Pencegahan Demam Berdarah