Berbagai Prosedur Diagnosa Diabetes

 

Ilustrasi diagnosa diabetes (Freepik).

Diabetes adalah kondisi kesehatan kronis, yang menyebabkan tubuh sulit memproduksi atau menggunakan insulin. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula (glukosa) dalam darah. Tanpa insulin, tubuh tidak dapat menggunakan gula atau merubahnya jadi energi.

Dilansir dari Healthline, diabetes yang tidak terawat, akan menghasilkan kadar gula darah tinggi (glukosa darah), dan seiring waktu berakibat merusak pembuluh darah dan jaringan saraf.

Beberapa gejala serius komplikasi diabetes diantarnya adalah sulit melihat, rasa geli dan kebas di bagian tangan dan kaki, dan meningginya resiko serangan jantung, serta stroke.

Melaksanakan diagnosa diabetes dan perawatannya dapat mencegah gejala yang tidak mengenakkan, mencegah masalah kesehatan jangka panjang, dan kembali menjalani hidup seperti biasa.

Pasien yang Perlu Diagnosa Diabetes

Diabetes adalah kondisi kesehatan kronis yang cukup biasa ditemukan. Pusat Kendali dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat melaporkan pada tahun 2018 lalu, bahwa 10,5 persen warga terjangkit diabetes, dengan mayoritasnya memiliki tipe 2.

Sangatlah sulit mendeteksi apakah pasien memiliki diabetes tingkat awal (pra-diabetes), karena gejalanya sangat minim atau terasa dengan lambat. 

Jika pasien akan didiagnosa diabetes, maka mereka akan mengalami tanda atau gejala seperti haus yang ekstrem, terasa lelah, merasa sangat lapar walau setelah makan, pandangan kabur, sering kencing, serta luka kulit yang sulit sembuh.  

Beberapa pasien dengan resiko penyakit tertentu harus didiagnosa diabetes, walau mereka belum mengalami gejalanya.

Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) merekomendasikan diagnosa diabetes jika anda kelebihan berat badan (masa tubuh melebihi 25 persen), dan memiliki kategori dibawah.

Pasien tekanan darah tinggi, trigliserida tinggi, kolesterol (baik) HDL rendah, atau masalah jantung, termasuk diantaranya yang memiliki sejarah kadar gula darah abnormal, atau tanda resistansi insulin.

Jika keluarga memiliki sejarah diabetes, atau pasien termasuk jarang beraktifitas fisik, maka diagnosa diabetes diperlukan pula.

Khususnya pada wanita yang memiliki sejarah gangguan polikistik ovarium (PCOS) atau diabetes kehamilan, tes diabetes diperlukan. 

Jika gender adalah pria dan memiliki masalah kesehatan diatas, maka resiko diabetes akan merajang, dan perlu didiagnosa.

ADA merekomendasikan pula diagnosa darah, jika pasien telah berumur melebihi 45 tahun. Diagnosa ini menjadi dasar kadar gula darah dalam tubuh. Karena resiko diabetes meninggi seiring umur, maka identifikasi awal diperlukan.

Etnis khusus memiliki resiko lebih tinggi terjangkit diabetes, yaitu kulit hitam (Afrika/Amerika), Latino, warga asli Amerika, kepulauan pasifik dan Asia (Amerika).

Khusus Ras dan Etnis, memang berpengaruh sebagai faktor resiko diabetes, dikarenakan budaya yang berbeda. Manusia adalah bagian dari Homo Sapiens, yang memiliki kemiripan DNA hingga 99 persen.

Perbedaan warna kulit dan fitur wajah adalah variasi alami dari leluhur, karena perbedaan iklim khas setiap wilayahnya. Namun, perbedaan budaya mempengaruhi perbedaan resiko penyakit.

Khususnya di Asia dan Indonesia, perbedaan resiko sangatlah kentara. Kebudayaan kita yang memiliki budaya melahap sayur yang tinggi, serta memasaknya dengan berbagai rempah khas wilayah, menciptakan keberagaman kuliner yang menyehatkan namun tetap beresiko.

Jika ditelaah secara ilmiah, sumber serat tanaman dari sayur (apalagi bersama nasi sebagai sumber karbohidrat utama), menciptakan budaya dengan kadar gula yang cukup tinggi. 

Walau begitu, justru budaya Jawa dan Sumatera dari Indonesia, banyak penggunaan gula (untuk memasak) diganti oleh santan (kelapa), yang menciptakan rasa manis, tanpa adanya tambahan gula berlebih.

Jika suatu etnis lebih menggunakan gula daripada santan (khususnya di budaya Sunda), maka diimbangi pula dengan tingginya konsumsi sambal pedas. Sambal pedas berasal dari cabai, yang notabene adalah satu bentuk serat tanaman lainnya. Sambal pedas bahkan berandil dalam mengendalikan kadar gula darah dan insulin.

Budaya melahap nasi di Indonesia, tentunya ditambah kurang berolahraga, kurang menjaga pola makan, kebiasan merokok, sehingga banyak pasien menderita diabetes. Data tahun 2024 lalu dari Kementerian Kesehatan, menyatakan bahwa Indonesia memiliki 20 juta pasien penderitanya. 

Memang, jika dilihat dari segi statistik, maka penderita diabetes di Indonesia mencapai tujuh persen (dari 284 juta warga). Jumlah tersebut justru lebih rendah dari AS, yang jelas tidak mengonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat utama.

Diagnosa Darah untuk Diabetes

Pengetesan darah oleh dokter dilaksanakan untuk menentukan kadar gula darah saat mengevaluasi resiko diabetes. Terdapat beberapa jenis pengetesan darah untuk menentukan diabetes.

Tes A1C adalah jenis pengetesan darah yang sering dilaksanakan demi menentukan kadar gula darah pasien. Pengetesan ini dapat dilaksanakan langsung, tanpa perlu puasa terlebih dahulu.

Tes A1C yang disebut pula sebagai tes hemaglobin terglikasi, adalah untuk menghitung jumlah glukosa yang terkandung dalam hemaglobin (protein) dalam sel darah merah. 

Tes A1C mengukur rata-rata kadar gula darah selama tiga bulan, yang merupakan jangka hidup sel darah merah. Tes ini membutuhkan sedikit saja sampel darah dari tubuh. Darah dapat diambil dengan tetesan saja dari ujung jari, atau disedot lewat urat di lengan.

Hasil tes A1C akan diukur melalui persentase. Dengan 5,6 persen atau kurang, maka kadar gula darah dianggap normal. Jika 5,7 hingga 6,4 persen lebih kadar gula darahnya, maka pasien dianggap pre-diabetes. Jika melebihi kadar gula darah 6,5 persen, maka pasien sudah dianggap terjangkit diabetes.

Beberapa orang memiliki hasil yang berbeda dari tes A1C. Termasuk diantaranya yang mengalami penyakit ginjal, atau variasi hemoglobin. Dokter akan memberi saran tes diabetes alternatif, sesuai dengan keadaan pasien.

Tes A1C akan digunakan pula untuk merawat diabetes. Biasanya ditujukan untuk pasien dengan kadar gula darah tujuh persen atau kurang. Namun, setiap tujuan A1C akan berbeda, tergantung kondisi kesehatan seseorang.

Tes Kadar Gula Darah Acak dilaksanakan dengan menyedot darah kapan pun, dan tidak tergantung dari jarak terakhir pasien makan. Hasil dari tes ini, jika kadar gula darah mencapai 200 miligram per deciliter (mg/dL), maka pasien terjangkit diabetes.

Tes Kadar Gula Darah Puasa adalah dengan menyedot darah setelah satu malam berpuasa, yaitu tidak makan selama delapan hingga 12 jam lamanya. 

Hasilnya jika kadar gula darah mencapai 99 mg/dL atau kurang, maka termasuk normal. Jika 100 hingga 125 mg/dL, maka pasien termasuk pre-diabetes. Jika melebihi 126 mg/dL, maka pasien sudah terjangkit diabetes.

Tes Kadar Gula Darah Melalui Mulut akan dilaksanakan selama dua jam. Awalnya, pasien akan diberikan minum manis berisi gula. Setelah dua jam, maka darah akan dites kadar gulanya.

Jika kadar gula darah mencapai 139 mg/dL atau kurang, maka termasuk normal. Jika mencapai 140 hingga 199 mg/dL, maka pasien dianggap pre-diabetes. Jika mencapai lebih dari 200 mg/dL, maka pasien sudah terjangkit diabetes.

Tes Urine biasanya tidak digunakan untuk mengecek kadar gula darah. Tetapi, dokter sering menggunakannya jika pasien dicurigai terjangkit diabetes tipe 1.

Tubuh menghasilkan kimiawi bernama ketone, yang merupakan jaringan lemak dan berfungsi sebagai energi daripada glukosa. Laboratorium akan mengetes urine untuk mengukur kadar ketone dalam tubuh.

Ketone yang tinggi akan mengindikasikan diabetes tipe 1. Dalam beberapa kasus, kadar ketone tinggi bisa berarti diabetes tipe 2. Ketone juga muncul pada pasien yang tengah berpuasa. Jadi, tidak selamanya menjadi indikator diabetes.

Tes Diabetes Gestasional 

Diabetes Gestasional atau kehamilan dapat terjadi saat wanita hamil, dan biasanya hilang saat telah melahirkan. Biasanya wanita hamil dengan diabetes akan menambah besar ukuran bayi, yang membutuhkan operasi C-Section (cesar). Bayi pun memiliki resiko lebih besar terjangkit diabetes tipe 2 setelah tumbuh dewasa.

ADA menyatakan bahwa wanita hamil dengan faktor resiko manapun akan dites kadar gula darahnya saat kunjungan ke dokter kehamilan. Diabetes gestasional akan tiba pada tiga bulan kedua dan ketiga.

Tes Tantangan Glukosa akan dilaksanakan Dokter, dengan meminta ibu hamil meminum sirup glokusa. Setelah satu jam, ibu hamil akan disedot darahnya untuk menentukan kadar gula darah. 

Jika hasilnya dibawah 140 mg/dL, maka kadar gula darah dianggap normal. Jika lebih, maka dokter akan melaksanakan tes selanjutnya.

Ibu hamil diminta untuk tidak makan (puasa) semalam penuh, lalu kadar gula darah akan dites. Setelah itu, ibu hamil akan meminum sirup penuh gula. Setelah tiga jam, maka ibu hamil akan dicek kembali kadar gula darahnya.

Jika kadar gula darah tetap dibawah 140 mg/dL, maka dianggap normal. Jika melebihi, maka ibu hamil telah terjangkit diabetes gestasional.

Tes Toleransi Glukosa 2 Jam dilaksanakan mirip dengan sebelumnya. Kadar gula darah akan diukur setelah dua jam meminum sirup manis.

Setelah dua jam, maka jumlah 153 mg/dL berarti kadar gula darah dianggap normal, sementara lebih berarti telah terjangkit diabetes kehamilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Negara Mengakui Kedaulatan Negara Palestina saat Majelis Umum PBB

Contoh Kasus Obat Resep Dokter Berujung Adiksi Heroin

Cara Louis Braille Merelovusi Sistem Penulisan Aksara

Timo Tjahjanto Menyutradarai Film Nobody 2

Animasi 2D Mantap dari Indonesia ala Panji Tengkorak

Sejarah Awal Terbentuknya Pariwisata Sebagai Komoditas Budaya

Fitur Keamanan Instagram dan Youtube Bagi Anak Kecil dan Remaja

Sungai Sebagai Bagian Peradaban Manusia

Para Biarawan Sempat Membantu Inovasi Bahasa Isyarat

Gejala dan Pencegahan Demam Berdarah