Beberapa Hasil Investigasi Awal Jatuhnya Pesawat Air India
![]() |
Logo Air India di ekor pesawat (Pexels). |
Detail baru mengenai jatuhnya pesawat Air India di Ahmedabad dan menyebabkan 260 jiwa melayang, telah muncul minggu lalu. Hasil laporan investigasi ini berfokus kepada tindakan pilot senior selama insiden berlangsung.
Dilansir dari Al-Jazeera, berdasarkan laporan pada hari Rabu (16/7) dari tim penyelidik resmi dari Amerika Serikat (AS), menunjukkan isi rekaman kotak hitam pesawat Air India. Obrolan antara dua pilot membuktikan, bahwa pilot tidak sadar padamnya tombol pengendalian aliran bahan bakar menuju mesin pesawat.
Minggu sebelumnya, laporan awal dari Biro Investigasi Kecelakaan Air India (AAIB), menemukan bahwa pesawat telah mematikan mesin dalam waktu beberapa detik saja. Matinya mesin menyebabkan pesawat kehilangan ketinggian, dan jatuh di lokasi hunian padat Ahmedabad.
Namun, laporan tersebut menyatakan bahwa matinya kendali bahan bakar tidak mengacu sebagai penyebab utama insiden. Dua kelompok pilot komersil telah berpendapat, bahwa kesalahan manusia bukanlah penyebab utama kecelakaan.
Kecelakaan Pesawat Air India 171
Pada pukul 1:38, 12 Juni lalu, Penerbangan Air India nomor 171 berangkat dari Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel di India, menuju Bandara Gatwin di London, Inggris. Pesawat berisi 230 penumpang, 10 kru pesawat, dan dua pilot.
Setelah 40 detik semenjak lepas landas, kedua mesin pesawat Boeing 787 Dreamline mati saat tengah naik. Pesawat lalu jatuh di gedung Asrama Kampus BJ Medical, yang berada di wilayah hunian padat, dan berjarak 1,85 kilometer dari landasan bandara.
Pesawat hancur seketika saat menabrak, menyebabkan kebakaran yang membakar lima bagian gedung. Seluruh penumpang meninggal, terkecuali Vishwaskumar Ramesh (40), seorang warga negara Inggris dari India. Sementara di darat, 19 korban meninggal dan 67 lainnya terluka akibat insiden tersebut.
Hasil Laporan dari AAIB
AAIB bersama perusahaan Boeing dan ahli penerbangan dari AS dan Inggris Raya, telah menyelidiki seluruh insiden ini. Laporan awal pada hari Sabtu (12/7) lalu, menyatakan bahwa pesawat layak terbang, dirawat dengan baik, dan tidak berisi kargo berbahaya.
Tetapi laporan dari dewan Administrasi Penerbangan Federal (FDA) AS tahun 2018 lalu, menyatakan sebuah kekurangan dari sistem kendali bahan bakar di beberapa pesawat Boeing, termasuk diantaranya adalah Dreamliner.
Laporan tersebut menyatakan pula bahwa Air India tidak menyelidiki sistem tersebut, dan tidak penting untuk menyelidikinya. Saat insiden jatuh, pemulihan sistem teraktivasi, tetapi hanya sebagian mesin pesawat yang menyala kembali.
Kedua mesin pesawat mati setelah lepas landas, saat tombol bahan bakar berubah dari 'nyala' menjadi 'mati'. Laporan dari kotak hitam menunjukkan diskusi saat satu pilot bertanya 'mengapa tombol bahan bakar dimatikan?', sementara pilot lainnya merasa tidak menyentuhnya. Identitas setiap pembicara tidak disebutkan.
Walau sistem pemulihan darurat menyala otomatis, hanya kurang dari satu mesin saja yang hidup kembali. Satu momen sebelum tabrakan, panggilan darurat 'Mayday' sempat dikirimkan, sebelum akhirnya komunikasi terputus.
Kendali lalu lintas udara tidak bisa menerima respon selanjutnya setelah panggilan darurat tersebut, namun sempat melihat tabrakan pesawat di sekitar area bandara.
Rekaman CCTV dari bandara, menunjukkan bahwa sistem pemulihan penerbangan bernama Ram Air Turbine (RAT), berhasil diluncurkan, walau pesawat telah meluncur jatuh dengan cepat.
Tombol Kendali Bahan Bakar
Tombol kendali bahan bakar berada di panel kunci kokpit, tepat berada di belakang tuas, diantara dua kursi pilot. Tombol ini berfungsi untuk mengendalikan aliran bahan bakar ke dua mesin pesawat.
Pilot menggunakan tombol ini untuk menyalakan atau mematikan pesawat saat berada di darat. Saat terbang, pilot dapat mematikan atau menyetel ulang mesin secara manual, saat kegagalan mesin terjadi.
Tombol kendali bahan bakar didesain untuk operasi manual. Tombol ini berisi per dan tetap menempel di tempat, sehingga tidak dapat ditekan secara tidak sengaja, atau dipencet dengan tekanan rendah selama beberapa detik.
Tombol kendali ini memiliki dua setingan, yaitu 'mati' dan 'nyala'. Jika mode 'mati', maka bahan bakar akan berhenti mencapai mesin, sementara 'nyala' akan mengalirkan kembali bahan bakar secara normal. Untuk merubah posisinya, tombol harus ditekan terlebih dahulu sebelum menggantinya mode-nya.
Kecelakaan Diakibatkan Kesalahan Manusia?
Ahli penerbangan berhati-hati mengenai pendapat ini. Analis penerbangan AS, Mary Schiavo menyatakan bahwa warga jangan mengambil kesimpulan prematur, karena belum ada bukti utama dari kesalahan pilot.
Dia menyatakan bahwa insiden matinya mesin pesawat, sempat terjadi pada All Nippon Airways, berpesawat sama yaitu Boeing 787. Pesawat ini mengalami matinya mesin, saat hampir tiba di landasan bandara di Osaka, Jepang, 2019 lalu.
Tim investigasi menemukan, bahwa perangkat lunak salah mengartikan dengan kondisi pesawat yang tengah berada di darat. Kesalahan ini menyebabkan dorongan pesawat malfungsi, dan secara otomatis merubah mode kendali bahan bakar dari 'nyala' menjadi 'mati', tanpa adanya tindakan apapun dari pilot.
Schiavo menyatakan bahwa malfungsi yang sama dapat terjadi pada kecelakaan Air India. Schiavo menegaskan pentingnya rilis transkrip lengkap dari Rekaman Ruara Kokpit (CVR), sebelum salah mengartikannya.
"Tidak ada bukti bahwa pilot melaksanakan bunuh diri atau pembunuhan. Rekaman suara dan kata dari CVR, harus secara menyeluruh dianalisa," ujar Schiavo.
Federasi Pilot India (IFIP) mengkritisi penyalahgunaan informasi dari laporan awal investigasi kecelakaan kapal, oleh banyak media massa minggu ini. Dalam pernyataan publiknya, IFIP menyatakan bahwa laporan terlalu berdasar pada parafrase dari CVR, dan kurang data (teknis) yang lengkap.
"Menyalahkan seseorang tanpa adanya hasil investigasi yang berlandaskan data dan transparansi, adalah prematur dan tidak bertanggung jawab. Pernyataan ini mengacu pada media yang merendahkan profesionalisme kru, dan menyebabkan stres bagi anggota keluarga yang ditinggal.
Kepala Eksekutif Air India, Campbell Wilson menyatakan pada minggu kemarin, bahwa staf janganlah mengambil kesimpulan prematur atas penyebab kecelakaan. Wilson menyatakan pula bahwa investigasi masih awal, dan jauh dari kata selesai.
Profil Pilot Air India 171
Kapten Sumeet Sabharwal (56) adalah pilot utama pesawat Air India 171. Sabharwal adalah veteran penerbangan yang telah terbang selama 15.600 jam, dimana 8.500 jam diantaranya terbang bersama Boeing 787. Karakter Sabharwal dikenal pula dengan suara halus, kalem, teliti, dan sanggup mengajar pilot junior.
Sabharwal dilatih di sekolah penerbangan bergengsi, yaitu Indira Gandhi Rashtriya Uran Akademi. Seorang kenalan yang diwawancarai Wall Street Journal, menyatakan bahwa Sabharwal sangat berkomitmen pada karirnya, sekaligus sayang pada ayahnya yang tua, seorang mantan petugas penerbangan sipil.
Petugas Pertama Clive Kunder (32) adalah pilot kedua yang memimpin pesawat Air India 171, sementara Sabharwal berperan sebagai pengawas. Jam terbang Kunder adalah 3400 jam, 1128 jam diantaranya bersama Dreamliner (Boeing 787).
Pilot adalah cita-cita Kunder, yang terinspirasi oleh karir ibunya sebagai pramugari selama 30 tahun. Saat berumur 19 tahun, dia berlatih di AS dan mendapatkan lisensi pilot komersil. Kunder kembali ke India untuk bekerja di Air India mulai tahun 2017 lalu.
Keluarga dan teman terdekat menyatakan, bahwa Kunder adalah tipe orang yang penasaran, suka teknologi, berminat pada penerbangan, dan semangat untuk menerbangkan 787.
Komentar
Posting Komentar