Adakah Kota di Bawah Piramida Mesir?
![]() |
Foto piramida di Mesir (Pexels). |
Tim peneliti yang dipimpin oleh ahli kimiawi organik, Dr. Corrado Malanga, dan mantan akademisi penginderaan jauh, Dr. Filippo Biondi, telah merilis penemuan dan reka ulang struktur kuno, yang berada di bawah piramida. Struktur tersebut berada di piramida Khafre, di Giza, Mesir, dan berumur 38 ribu tahun.
Dilansir dari National Geographic, dalam sebuah konferensi di Italia, Maret lalu, Malanga dan Biondi menyatakan bahwa metode sinyal dari Radar Lubang Lensa Sintetis (SAR), sanggup mendeteksi struktur sedalam dua kilomoter di bawah Piramida Khafre.
Mereka menemukan delapan poros, yang dikelilingi oleh jalur spiral, dan menghubungkan dua struktur kubus berukuran 90 meter. Dengan menggunakan rekonstruksi kecerdasan buatan (AI), mereka berhipotesa bahwa struktur tersebut adalah bagian dari kota kuno legendaris, atau struktur pembangkit listrik kuno.
Rumor mengenai adanya struktur tersembunyi di bawah Giza bukanlah hal yang baru. Gagasan tersebut muncul sejak dinyatakan oleh ahli sejarah dari Yunani kuno, Herodotos. Teori tersebut sempat ramai kembali pada jaman pertengahan hingga Renaisans lalu.
Bahkan, rumor ini sangat terkenal diantara ahli Perancis pada abad 19 lalu, dan kembali ramai pada abad 20. Ahli psikis Edgar Cayce dari Amerika Serikat, meramaikan gagasan bahwa terdapat catatan kuno mengenai aula rahasia dibawah kompleks piramid.
Konsep pembangkit listrik, yang dibangun oleh alien, juga sering muncul dalam perdebatan ahli sains fantastis (pseudosains). Gagasan ini adalah bagian dari teori konspirasi yang lebih besar lagi, yaitu proyek arsitektur kuno yang dibangun oleh alien (dari luar bumi).
Pendapat baru sebagai bagian dari teori konspirasi ini dari Malanga dan Biondi telah menarik perhatian publik, karena keabsahan ilmiah dari penulisnya. Sebelumnya, Malanga dan Biondi sempat merilis artikel mengenai struktur yang berada di dalam Piramida Khafre.
Walau artikel baru yang penuh sensasi ini belum dikaji ulang oleh ahli lainnya, salah satu penulisnya terkenal akan penerbitan bukunya yang berisi banyak teori alien. Kombinasi dari kemampuan doktorat penulis dan teknologi baru, telah menarik perhatian publik.
Teori konspiratif ini sempat viral pula, dan telah dikritisi oleh InfoWars, Joe Rogan, Piers Morgan, dan banyak kritikus 'arkeologi populer' lainnya.
"Klaim ini diterima oleh publik, yang sudah lama mencari kabar tentang ruangan misterius tersembunyi di bawah Piramida," ujar Dr. Flint Dibble, ahli arkeologi dan komunikasi sains, yang masih mengajar di Universitas Cardiff.
Dibble kini tengah melaksanakan proyek pemetaan digital tiga dimensi (3D) lokasi penggalian Abydos di Mesir. "Teori (konspiratif) tersebut terlihat meyakinkan, karena kombinasi dari penelitian ilmiah, dan gelar yang dimiliki penulisnya," tambah Dibble.
Tetapi Dibble sama-sama ragu seperti ahli lainnya, tentang masalah dari hipotesa kota kuno yang hilang. Kajian tersebut menggunakan teknologi yang kurang terbukti, menggunakan rekonstruksi yang imajinatif, dan tidak ada referensi dari arkeologi wilayah tersebut.
Menggunakan Teknologi untuk Menjelajahi Bawah Piramida
Dilansir oleh Dibble dan arkelog Milo Rossi, metode yang digunakan untuk memindai lokasi dibawah tanah Giza (oleh Malanga dan Biondi), belum pernah dikonfirmasi atau terbukti ilmiah, atau bahkan secara independen terverifikasi.
Dengan kondisi yang sama, radar lubang lensa sintetis (SAR) hanya dapat mendeteksi hingga dua meter dibawah tanah saja. Sangatlah sulit membayangkan bahwa SAR sanggup memberikan informasi yang akurat, tentang adanya struktur dibawah tanah dengan kedalaman 2000 meter.
Lebih jelas lagi, Malanga dan Biondi tidak berinovasi deteksi struktur bawah tanah dengan kedalaman dua kilomoter. Justru mereka mengklaim telah menemukan metode baru untuk mengartikan sinyal dari SAR.
Jika dibandingkan antara gambar hasil sinyal radar, dengan hasil rekonstruksi yang mereka dapat, sangatlah jelas ekspresi artistik dalam interpretasi gambar tersebut.
Teknologi SAR tidak memberikan cara bagi ilmuwan untuk menciptakan model tiga dimensi (3D), atau menghasilkan sebuah jalan lintang. Seperti yang Dibble candakan pada sebuah siaran, rekonstruksi tersebut tampaknya mirip dengan ruang reaktor dari film lama, berjudul Total Recall.
Bersama para pengajar publik seperti Dibble dan Rossi, akademisi lainnya telah mengkritisi teori tersebut. Salah satunya adalah Professor Lawrence B. Conyers, seorang ahli radar bawah tanah dari Universitas Denver. Conyers menyatakan bahwa gambaran tersebut adalah klaim yang terlalu dibesar-besarkan.
Arkeolog dari Mesir dan mantan Menteri Kebudayaan Kuno, Dr. Zahi Hawass menyatakan bahwa klaim tersebut sangatlah tidak berdasar. Hawass mengacu pada Dewan Kebudayaan Kuno Mesir, yang tidak pernah memberikan izin atas penelitian tersebut di Piramida Khafre.
Disimpulkan dari masalah interpretasi dan prakteknya, Dr. Sarah Parcak dari Universitas Alabama. menyatakan hal yang sama. "Saya tidak dapat menerima gambaran satelit (mengenai piramida) yang cukup," ujar Parcak, seorang ahli yang menggunakan pindaian satelit canggih untuk meneliti arkeologi Mesir.
"Apa yang dilakukan oleh mereka (Malanga dan Biondi), adalah salah mengartikan data. Dengan perbandingan gambar dari satelit,... data SAR sama sekali tidak dapat memindai di bawah batu, titik," ujar Parcak.
Air di Dataran Giza
Dibble menyatakan bahwa kajian ini lebih bermasalah lagi, dengan menghindari seluruh data arkeologi dari dataran Giza, yang telah terkumpul selama dua abad lamanya.
Seluruh studi di sekitar Piramida Giza telah menggunakan analisis geo-kimiawi, pemindaian satelit, pembiasan seismik, pindaian muon, tomografi resistivitas listrik, tes ultrasonik, radar penetrasi tanah, dan magnetometri.
Studi diatas saling mengecek satu sama lainnya, dan banyak diantaranya perlu dikonfirmasi, dengan penggalian dan pengeboran bawah tanah Giza.
Seluruh bukti penelitian tersebut menghasilkan apa yang ada dibawah piramida, bagaimana piramida dibangun, dan kapan dibangunnya di masa lampau.
Salah satu yang paling relevan adalah data mengenai air tanah di sekitar Giza, yang diteliti oleh Shafareldin pada tahun 2019 lalu. Penelitian ini menunjukkan bahwa air tanah di Giza hanya berjarak puluhan meter saja dari permukaan tanah.
Dibble menyatakan bahwa hingga kini Sphynx dan monumen lainnya tengah tererosi oleh air bawah tanah. Dengan hipotesa struktur bawah tanah kedalaman 2000 meter,maka kota tersebut berada di bawah air.
Bayangkan saja seperti kota Atlantis di film Aquaman, dan bukannya Amsterdam atau Venice, atau bahkan legenda Atlantis yang hilang ditelan lautan.
Secara umum, air adalah bagian penting untuk memahami kehidupan sekitar piramida. Piramida dibangun setelah periode lembab benua Afrika, saat curah hujan tinggi, yang berarti Sahara lebih mirip sabana daripada gurun.
Studi lainnya yang dilaksanakan oleh Sheisha pada tahun 2022 lalu, menunjukkan periode konstruksi Kufu disekitar cabang sungai Nil, yang mengalir hingga dataran Giza.
Penelitian tersebut membuktikan transportasi batu (menggunakan sungai), yang dibutuhkan untuk membangun piramida. Maka kita tidak membutuhkan alien, saat terdapat banyak (jalur) air.
Komentar
Posting Komentar