Sejarah dan Fungsi Energi Matahari Bagi Manusia

Ilustrasi matahari menyinari permukaan bumi (Pexels).

Matahari adalah bintang terdekat dengan Bumi, walau jarak keduanya sekitar 150 Juta Kilometer. Dengan tarikan gravitasi matahari, seluruh planet dapat mengorbit. 

Dilansir dari National Geographic, matahari memancarkan cahaya dan panas, atau biasa disebut energi solar (matahari). Tanpa matahari, bumi membeku, dan banyak siklus tidak dapat terjadi. 

Siklus penting bagi kehidupan di bumi diantaranya adalah suhu panas, angin, ombak dan siklus awan. Dengan proses fotosintesis, tanaman tumbuh, menghasilkan oksigen, serta bahan makanan.

Manusia dan hewan bernapas dengan oksigen serta makan dari daun, buah, akar, biji, dan batang yang berasal dari tanaman yang berhasil tumbuh.

Energi solar telah ada sejak umur matahari tersebut, yaitu lima milyar tahun lamanya. Walau manusia tidak selama itu menggunakannya, banyak contoh penggunaan energi matahari.

Sejarah Awal Penggunanan Energi Surya Bagi Manusia

Agrikultur yang dikembangkan 10 ribu tahun lalu, sangatlah membutuhkan energi surya. Pembudidayaan lahan, produksi tanaman, dan perawatan ternak adalah contohnya. 

Teknik penggunaan energi surya, seperti rotasi tanaman setiap musimnya dapat menambah jumlah hasil panen. Mengeringkan makanan menggunakan surya dan angin dapat mencegah proses pembusukan.

Seluruh hasil panen tersebut menyebabkan jumlah populasi manusia kian meninggi dan membentuk masyarakat yang lebih terstruktur.

Awalnya, peradaban manusia membangun rumah yang mengarah ke selatan, agar jendela dapat menyerap cahaya matahari serta menyalurkan sirkulasi udara. 

Bahan untuk bangunan pun berubah menjadi materi yang dapat menyerap panas, seperti batu dan beton, agar dapat menjaga suhu bangunan tersebut.

Ditemukan pada tahun 30 sebelum Masehi, rumah kaca dapat menyerap energi surya, sehingga petani dapat menanam benih di musim yang berbeda. Padahal, kaca belum ditemukan saat jaman tersebut.

Dibangun oleh Romawi kuno, lembaran tipis kain mika digunakan agar timun dapat ditanam sepanjang tahunnya. Teknik ini dipakai, agar raja Romawi Tiberius dapat memakan hasilnya.

Teknik rumah kaca ini masih dipakai hingga ribuan tahun setelahnya di masa modern, yang berkembang dengan variasi dan jumlah tanaman yang makin meningkat.

Di Indonesia, teknik pertanian menggunakan atap kain mika masih lumrah ditemukan. Hal tersebut disebabkan oleh iklim tropis Indonesia, yang dapat memancarkan sinar matahari sepanjang tahun.

Tentu hingga kini, penggunaan mesin cuci lengkap dengan pengeringnya adalah kebutuhan utama, namun warga Indonesia masih menjemur pakaian demi menyehatkan proses pembersihan pakaian tersebut. 

Sejarah Modern Penggunaan Energi Matahari Bagi Manusia

Ketika makanan telah dipanen, energi surya dapat digunakan untuk memasaknya. Alat pemasak energi surya pertama dibangun pada tahun 1767, oleh ahli fisika dari Swiss, Horace de Saussure.

Ketika suhu mencapai 87,8 derajat Celcius, kotak energi matahari ini digunakan untuk memasak buah. Saat ini, banyak teknik energi surya digunakan untuk memasak, mengeringkan dan pasteurisasi.

Pasteurisasi dilaksanakan agar mikroba dapat tumbuh di dalam makanan. Teknik ini menghindari pula penggunaan bahan bakar fosil, jadi hasilnya aman dan tidak menyebabkan polusi.

Di India, 25 ribu warga setiap harinya mengonsumi makanan yang diproses melalui kompor surya ini. Jumlah alat masak kompor surya yang dipakai di India pun mencapai setengah juta banyaknya.

Mantan Perdana Menteri India, Manmohan Singh berujar bahwa sumber energi di India terbatas, jadi perlu menggunakan energi yang dapat diperharui dan teknologi yang efisien.

Di Nikaragua, alat masak kompor surya bahkan dimodifikasi dari standarnya, agar dapat mensterilisasi alat-alat medis di klinik atau banyak rumah sakit yang membutuhkannya.

Dikenalkan pada akhir abad 19, pemanas air energi surya sempat ramai dipakai di Amerika Serikat, khususnya di negara bagian yang panas, seperti Arizona, Florida, dan California.

Walau pada awal abad 20 pemanas air energi surya tergantikan oleh bahan bakar minyak dan gas, kini China, Yunani, Jepang, Australia, Israel dan Spanyol telah menggunakannya kembali. 

Dikenalkan pada tahun 1980-an, energi surya dapat digunakan sebagai disinfektan (SODIS). Botol plastik yang diisi air dapat dijemur di bawah sinar matahari. 

Proses ini mengurangi jumlah virus, bakteri, dan protozoa di dalam air. Lebih dari dua juta warga di 28 negara menggunakan teknik ini setiap harinya. 

Sejarah Energi Surya Sebagai Pembangkit Listrik

Energi surya yang berubah menjadi pembangkit listrik, atau biasa disebut tenaga surya kini tengah ramai diperbincangkan. Sel Surya mengkonversi cahaya matahari menjadi tenaga listrik. 

Setiap selnya memproduksi sedikit jumlah listrik, namun biasanya panel dipasang majemuk diatas atap rumah, agar memproduksi jumlah tenaga listrik yang cukup. 

Sel Surya pertama kali dikonstruksi pada tahun 1880-an, yang pemasangannya baru digunakan saat peluncuran satelit Amerika bernama Vanguard I, pada tahun 1958 lalu.

Pemancar radio yang menggunakan solar sel, dapat bertahan hingga tujuh tahun lamanya, dengan baterai yang hanya dapat bertahan selama 20 hari saja.

Sejak saat itu, solar sel telah menjadi komoditas khusus, yang digunakan di kalkulator, jam tangan dan banyak teknologi komunikasi lainnya. 

Contoh terbesar penggunaan sel surya adalah Stadion Dunia Kaohsiung di Taiwan. Konstruksi stadion yang selesai tahun 2009 ini, memasang lebih dari 8800 panel surya di atapnya. 

Charles Lin dari Dinas Pekerjaan Umum Taiwan menyatakan, bahwa Kaohsiung sanggup mengalirkan listrik yang memenuhi 80 persen daerah lingkungannya, jika stadion sedang tidak terpakai.

Selain sel surya, terdapat pula tenaga surya yang dapat merubah panas matahari menjadi sumber listrik. 

Teknologi ini menggunakan lensa atau cermin, yang memfokuskan panas matahari menuju ketel uap. Menguapnya udara lalu memutarkan turbin yang dapat menciptakan tenaga listrik. 

Pembangkit listrik Solana yang berada di kota Phoenix, negara bagian Arizona di Amerika Serikat, berhasil mengaliri listrik bagi 70 ribu rumah. 

Stasiun yang selesai dibangun tahun 2012 lalu ini, adalah yang stasiun tenaga surya terbesar di dunia. 

Kekurangan Sel dan Tenaga Surya

Sel dan tenaga surya memiliki masalah dalam aplikasinya. Yaitu tidak dapat berkelanjutan alias selang-seling, karena siklus siang dan malam hari. 

Jika tidak ada cahaya dan panas matahari, tenaga surya tidak dapat terproduksi. Sumber tenaga listrik lain pun harus digunakan, contohnya adalah tenaga angin.

Walau pemasangannya bisa mana saja, panel surya tetap memakan banyak lahan. Baterai dan generator yang digunakan pun cukup mahal saat ini, namun bisa ditanggulangi jika pasar membutuhkan.

Bahan bakar fosil adalah kebutuhan kita saat ini, walau dengan banyaknya polusi yang dihasilkan. Bahan Bakar fosil pun disebut sebagai sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui.

Sementara matahari adalah sumber daya energi yang melimpah, murah dan bersih. Mungkin sudah saatnya kita beralih menggunakan sumber daya ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Negara Mengakui Kedaulatan Negara Palestina saat Majelis Umum PBB

Contoh Kasus Obat Resep Dokter Berujung Adiksi Heroin

Cara Louis Braille Merelovusi Sistem Penulisan Aksara

Timo Tjahjanto Menyutradarai Film Nobody 2

Animasi 2D Mantap dari Indonesia ala Panji Tengkorak

Sejarah Awal Terbentuknya Pariwisata Sebagai Komoditas Budaya

Fitur Keamanan Instagram dan Youtube Bagi Anak Kecil dan Remaja

Sungai Sebagai Bagian Peradaban Manusia

Para Biarawan Sempat Membantu Inovasi Bahasa Isyarat

Gejala dan Pencegahan Demam Berdarah